Kamis, 04 Desember 2014

ETIKA PROFESI AKUNTANSI PELANGGARAN ETIKA PADA PT METRO BATAVIA


ETIKA PROFESI AKUNTANSI
PELANGGARAN ETIKA PADA PT METRO BATAVIA


Hasnan Mahardika              23211266
Nurlinda Maya P                  25211360
Rizky Kurnia Putri               26211384
Widiawati                             27211383
Wiris Eria R                          28211069

4 EB 23

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Etika memiliki pengaruh yang signifikan terhadap skeptisisme profesional auditor. Etika lebih luas dari prinsip-prinsip moral. Etika tersebut mencakup prinsip perilaku untuk orang-orang profesional yang dirancang baik untuk tujuan praktis maupun tujuan idealstis. Kode etika profesional antara lain dirancang untuk mendorong perilaku ideal, maka kode etik harus realistis dan dapat dilaksanaka. Kode etik ikatan akuntansi Indonesia di Jakarta pada tahun 1998 terdiri dari :

1.      Prinsip Etika
2.      Aturan etika
3.      Interprestasi aturan etika

Prinsip etika memberikan kerangka dasar bagi aturan etika yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional bagi anggota. Interprestasi aturan etika merupakan interprestasi yang dikeluarkan sebagai panduan dalam penerapan aturan etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pengembangan kesadaran etis atau moral memainkan peranan kunci dalam semua area profesi akuntan (Louwers, 1997), termasuk dalam melatih sikap skeptisme profesional akuntan. Faktor-faktor situasi berpengaruh secara positif terhadap skeptisme profesional auditor. Faktor situasi seperti situasi audit yang memiliki risiko tinggi (Situasi Irregularities) mempengaruhi auditor untuk meningkatkan sikap skeptisme profesionalismenya.

1.2  RUMUSAN MASALAH

1.      Pelanggaran Etika Profesi  Akuntansi  seperti apa yang dilakukan oleh PT. Metro Batavia (Batavia Air) ?
2.      Bagaimanakah solusi yang tepat untuk dapat menangani kasus pelanggaran tersebut?

1.3  BATASAN MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penulis menyesuaikan topik yang relevan, yaitu membatasi masalah hanya menyangkut pada kasus pelanggaran etika profesi akuntansi pada PT. Metro Batavia Air pada tahun 2012.

1.4  TUJUAN PENULISAN

1.      Untuk mengetahui pelanggaran etika profesi akuntansi yang dilakukan oleh PT. Metro Batavia Air.

2.      Untuk mengetahui solusi yang tepat untuk dapat menangani kasus pelanggaran tersebut.

1.5  METODE PENULISAN
Dalam melakukan penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1    SEJARAH PT. METRO BATAVIA ( BATAVIA AIR )
Batavia Air (Nama Resmi: PT. Metro Batavia) adalah sebuah maskapai penerbangan di Indonesia. Batavia Air mulai beroperasi pada tanggal 5 januari 2002, memulai dengan 1 buah pesawat fokker F28 dan dua buah Boeing 2737-200.

Setelah berbagai insiden dan kecelakaan menimpa maskapai-maskapai penerbangan di indonesia, pemerintah Indonesia membuat pemeringkatan atas maskapai-maskapai tersebut. Dari hasil pemeringkatan yang diumumkan pada 22 Maret 2007, Batavia Air berada diperingkat III yang berarti hanya memenuhi syarat minimal keselamatan dan masih ada beberapa persyaratan yang belum dilaksanakan dan berpotensi mengurangi tingkat keselamatan penerbangan. Akibatnya Batavia Air mendapat sanksi administratif yang akan di-review kembali setiap 3 bulan. Bila tidak ada perbaikan kinerja maka izin operasi penerbangan dapat di bekukan sewaktu-waktu.

2.2    KASUS PAILIT PT. METRO BATAVIA ( BATAVIA AIR )

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, menyatakan berdasarkan putusan Nomor 77 mengenai pailit,  PT Metro Batavia (Batavia Air) dinyatakan pailit. “Yang menarik dari persidangan ini, Batavia mengaku tidak bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 30 Januari 2013.

    Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

        Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

            Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti dan utang oleh  Batavia Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit. Ada beberapa pertimbangan pengadilan. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah adanya bukti utang, tidak adanya pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua unsure tersebut, maka ketentuan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.

Jika menggunakan dalil “force majeur” untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus bisa menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia Air tidak dapat membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan untuk kasasi selama 8 hari. “Kalau tidakmengajukan, maka pailit tetap,”

            Batavia Air pasrah dengan kondisi ini. Artinya, kata dia, Batavia Air sudah menghitung secarafinansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan.

            Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah  membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia, Kamis (31/1).

“Kepada Batavia Air kami minta besok mereka untuk standby di lapangan Bandara di seluruh Indonesia? Untuk member penjelasan dan menangani penumpang-penumpang itu. Jadi kami minta mereka untuk stay di sana,” ujar Herry saat mengelar jumpa pers di kantornya, Jakarta, Rabu malam (30/1).
Herry mengatakan pemberitahuan ini sudah disampaikan kepada Batavia Air. “Kami sudah kirim informasi ini kebandara-bandara yang ada untuk melakukan antisipasi besok di bandara (31/1),” imbuh Herry.

Menurut Herry, meskipun pangsa pasar Batavia Air tidak banyak tapi menurut siaga di bandara itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi kebingungan pelanggan serta meminimalisir tudingan-tudingan bahwa pihak Batavia tidak bertanggungjawab.

2.3    ANALISIS
Siapa yang melakukan:

Pihak PT METRO BATAVIA (Batavia Air)

Jenis Pelanggaran :

Batavia Air memiliki tagihan sebesar USD 440rb ditahun pertama, USD 470rb di tahun kedua, USD 550rb ditahun ketiga dan ke empat, dan USD 520rb ditahun kelima dan keenam. Keseluruhan hutang dari IFLC sebesar USD 4,68 juta ini jatuh tempo pada 13 Desember 2012. Karena Batavia Air tidak melakukan  pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

Bagaimana :

Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force majeur”, yaitu kalah tender pelayananan transportasi ibadah Haji dan Umroh. Hal ini menjadi penyebab tersendatnya pembayaran. Karena pesawat yang disewa tersebut diperuntukan melayani penumpang yang hendak melakukan ibadah haji ke Mekkah dan Madinah. Sehingga, sumber pembayaran pesawat berasal dari pelayanan penumpang ibadah haji dan umroh.

Dampak/ Akibat :

Batavia Air sudah menghitung secara financial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan, maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan, dan calonpenumpang (Pembeli tiket) Batavia Air menjadi terlantar padahari hari berikutnya.

Tindakan Pemerintah :

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara seluruh Indonesia.

Faktor Affecting Public :

Pada sisi Faktor Physical juga apakah Qualitas atau mutu Batavia Air sudah termasuk dalam standar maskapai penerbangan Haji.

Sedangkan dalam faktor  Competition banyak terdapat pesaing pesaing lain atau maskapai lain yang lebih tinggi menawarkan tender, sehingga Batavia mengalami kalah tender,

Dalam faktor Financial, dan Ekonomic juga permasalahan tersebut saya piker pihak manajemen Batavia terlalu terburu buru  dalam menentukan sewa pesawat kepada (ILFC).

Lalu yang paling terpenting adalah Faktor Moral, dari sisi konsumen atau penumpang yang sudah memesan Tiket pesawat juga terlantar begitu saat hari berikutnya saat Batavia air di umumkan Pailit hal ini sangat merugikan calon penumpang, dan Batavia Air harus mempertanggungjawab atas keterlantaran penumpang tersebut.

Undang undang yang dilanggar :

Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan
1.        Pasal 4, hak konsumen adalah :
·         Ayat 1 : “hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
·         Ayat 3 : “hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”

2.        Pasal 7, kewajiban  pelaku usaha adalah :
·         Ayat 2 : “memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”
3.    Pasal 8
·         Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
·         Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajibmenariknya dari peredaran”

4.    Pasal 19
·         Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/ atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/ atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
·         Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/ atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/ atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
·         Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal   transaksi”



BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan diatas maka hasil yang dapat kami  simpulkan adalah Kurangnya pertimbangan dari pihak manajemen Batavia Air untuk mengambil suatu keputusan, apakah yang di sebutkan sebagai pengambilan keputusan sebagai strategi pemenang tender dalam proyek Haji tersebut sudah Pihak  Batavia Air sudah mampu bersaing dengan Perusahaan perusahaan Penerbangan lain yang ikut persaing Tender Pemerintah. Jika Tidak mampu menangani proyek pemerintah tersebut tentunya akan menjadi Bomerang bagi pihak manajemen yang sudah mengorbankan asetnya dan terikat janji untuk memenangkan Tender tersebut.



 DAFTAR PUSTAKA