Alokasikan Ke Infrastruktur
Wapres : Kenaikkan Harga BBM untuk Atasi Ke bocoran
Subsidi
Jakarta,
Kompas – Alokasi hasil pengurangan subsidi bahan bakar minyk kurang tepat. Hal
itu karena potensi penghematan subsidi sebagai dampak ke naikkan harga bensin dan
solar justru paling banyak di alokasikan untuk bantuan langsung sementara
masyarakat.
Hal
ini mengemurka dalam diskusi terbatas yang bertema “Ketahanan Energi”.
Berbicara dalam diskusi tersebut Direktur Utama PT. Pertamina Geothermal Energy
Slamet Riadhy : pengamat energi yang terlibat dalam Organisasi Negara
Pengekspor Minyak (OPEC), Abdul Muin; Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi
Pertambangan dan Energi (Refor Miner Institute) Pri Agung Rakhmanto; serta
anggota komisi VII DPR dari Fraksi PDI perjuangan, Bambang Wuryanto.
Pri
Agung mengatakan, keputusan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM),
apakah melalui pembatasan pemakaina BBM bersubsidi atau menaikkan harga BBM
bersubsidi, terkait dengan politik anggaran yang di bahas pemerintah dan DPR. “Kalau
pemerintah siap menaikkan harga premium dan solar bersubsidi, realokasi
anggaran subsidi BBM harus jelas penggunaannya. Selama ini, setiap ke naikkan
harga BBM, masyarakat tidak merasakan langsung dampaknya, misalnya pembangunan
infrastruktur. Yang di rasakan masyarakat adalah harga bahan pokok naik,”
katanya.
Pada
kesempatan yang sama, Bambang Wuryanto memaparkan, dalam Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2012 yang di ajukan pemerintah,
kenaikkan harga BBM bersubsidi Rp 1.500,- perliter akan menambah pendapatan
itu, sebanyak Rp 40 Triliun untuk program komponensasi pengurangan subsidi BBM. Rencana program kompensasi
pengurangan subsidi BBM itu antara lain bantuan langsung sementara masyarakat
Rp 25,56 Triliun, beras untuk rakyat miskin bagi 3,5 juta keluarga selama14
bulan senilai Rp 6,25 Triliun, subsidi transportasi umum atau angkutan publik,
serta subsidi pendidikan untuk siswa miskin.
Sementara
alokasi anggaran untuk infrastruktur energi hanya Rp 2,1 Triliun untuk subsidi
infrastruktur gas cair untuk kendaraan (Liquified
gas for vehicle/LGV) atau ViGas dan subsidi harga ViGas Rp 1.500,-
perliter. Dengan demikian, ujar Bambang, realokasi dana dari pengurangan
subsidi BBM tersebut justru sebagian besar untuk program jangka pendek guna
melindungi daya beli masyarakat miskin dan kurang mampu sehingga timbul dugaan
bahwa kebijakan itu bernuansa politis atau untuk pencitraan pemerintahan
sekarang.
“Realokasi
dana dari pengunaan subsidi BBM itu semestinya lebih di fokuskan untuk
pembangunan infrastruktur dan program pemberdayaan ekonomi masyarakat” ujar
Bambang. Dengan terus membengkaknya subsidi BBM seiring dengan kenaikkan harga
minyak mentah dunia, pemerintah sudah seharusnya mengembangkan potensi energi
baru terbarukan, termasuk panas bumi. Menurut Direktur Utama PT. Pertamina
Geothermal Energy Slamet Riadhy, Indonesia memiliki potensi energi panas bumi
terbesar di dunia. Di perkirakan lebih dari 28.000 megawatt (sekitiar 40 persen
dari potensi dunia). Nilainya setara dengan 1,1 juta barrel minyak per hari
sehingga merupakan pilihan energi yang harus di kembangkan.
“Hal
ini bertujuan agar Indonesia punya ketahanan dan kemandirian enegi secara
jangka panjang, terbarukan, ramah
lingkungan, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak, dan mendorong
perekonomian,” kata Slamet.
HASIL
SURVEI BALITANG PDI PERJUANGAN
Meskipun
Indonesia saat ini memiliki kapasitas terpasang pembangkit listrik tenaga panas
bumi (PLPT) baru 1,214 MW, dengan mempercepat pengembangan, pada tahun
2015-2016 kapasitas produksi bisa lebih dari 4.400 MW.
Kebocoran
Subsidi
Wakil Presinden Boediono saat
bersantap siap dengan wartawan di kantor Wakil Presiden, menegaskan kebijakan
penyesuaian atau kenaikkan harga BBM yang mendekati harga ke ekonomian
merupakan solusi bagi personalan mendasar adanya kebocoran subsidi BBM yang
tidak tepat sasaran. Kebocoran yang di perkirakan cukup besar ini di sebabkan
ada selisih harga yang cukup besar antara harga BBM bersubsidi dan harga ke
ekonomian, termasuk jika di bandingkan dengan harga jual BBM di luar negeri.
“Penyesuaian harga BBM yang kita
lakukan kini untuk mengobati masalah kebocoran subsidi BBM, bukan semata
mencari ke seimbangan pendapatan dan pengeluaran 2012’’ kata Boediono. Upaya
untuk mengatasi kebocoran itu salah satunya memang bisa dengan penindakan
hukum. Namun, ke polisian ataupun TNI tak akan mampu menutup tuntas kebocoran
dengan penindakan hukun selama masih ada selisih harga BBM.
Sumber : Kompas
Rabu 21, Maret 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar