PENDAHULUAN
Setiap
negara mempunyai aliran sistem perekonomian dan sistem perekonomiannya bisa
sama ataupun berbeda dengan negara lain sebelum kita masuk lebih jauh tentang
sistem perekonomian indonesia mari kita lihat apa itu Sejarah Perkembangan Sistem
Perkonomian dan Perekonomian Indonesia Pada Masa Penjajahan . Sistem merupakan suatu organisasi besar yang
menjalin berbagai subyek dan obyek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Sistem perekonomian merupakan sebuah
sistem yang digunakan oleh sebuah negara untuk mengalokasikan segala sumber daya
yang dimilikinya, baik kepada masing-masing individu maupun kepada kelompok
atau organisasi yang terdapat di negara tersebut. Sistem ekonomi yang satu
dengan sistem ekonomi yang lain memiliki perbedaan mendasar, yakni dalam hal bagaimana sistem
ekonomi tersebut mengatur faktor produksinya. Dalam beberapa sistem ekonomi yang
digunakan, seorang individu diperbolehkan untuk memiliki semua faktor produksi Sedangkan
di sistem ekonomi yang lain ada juga kemungkinan bahwa semua faktor ekonomi tersebut
dipegang oleh pemerintah.
Sejarah Perkembangan Sistem
Perkonomian Indonesia dan Perekonomian Indonesia Pada Masa
Penjajahan
Masa
Pendudukan Belanda
Pada masa penjajahan
indonesia menerapkan sistem perekonomian monopolis. Dimana setiap kegiatan perekonomian dijalankan sesuai penguasa perdaganngan Indonesia
saat itu. VOC adalah lembaga
yang menguasai perdagangan Indonesia saat itu. Pada masa VOC berkuasa mereka nerapkan peraturan dan strategi
agar mereka tetep menguasai perekonomian Indonesia. Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC
seperti verplichte leverentie (kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten
(pajak hasil bumi) dirancang untuk mendukung monopoli
itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar harga rempah-rempah tetap tinggi,
antara lain dengan di adakannya pembatasan jumlah tanaman rempah-rempah
yang boleh ditanam penduduk,
pelayaran Hongi dan hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada
umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari pola pelayaran
niaga samudera Hindia.
Dengan memonopoli
rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi khas negeri Belanda, dan dengan begitu akan meningkatkan
pamor dan kekayaan Belanda. Disamping itu juga diterapkan
Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai
85.300 metrik ton, melebihi ekspor cengkeh yang Cuma
1.050 metrik ton.
Pada tahun 1795, VOC
bubar karena dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda.
Kegagalan itu nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh
:
Peperangan
yang terus-menerus dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang
Diponegoro.
Penggunaan
tentara sewaan membutuhkan biaya besar.
Korupsi
yang dilakukan pegawai VOC sendiri.
Pembagian
dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas defisit.
Masa
Pendudukan Inggris
Inggris berusaha
merubah pola pajak hasil bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh
Belanda, dengan menerapkan Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di
India, dan Thomas Stamford Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di
Hindia Belanda. Selain itu, dengan landrent, maka penduduk pribumi akan
memiliki uang untuk membeli barang produk Inggris atau yang diimpor dari India.
Inilah imperialisme modern yang menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk
dieksplorasi kekayaan alamnya, tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari
negara penjajah.
Akan tetapi, perubahan
yang cukup mendasar dalam perekonomian ini sulit dilakukan, dan bahkan
mengalami kegagalan di akhir kekuasaan Inggris yang Cuma seumur jagung di
Hindia Belanda. Sebab-sebabnya antara lain :
1. Masyarakat
Hindia Belanda pada umumnya buta huruf dan kurang mengenal uang, apalagi untuk
menghitung luas tanah yang kena pajak.
2. Pegawai
pengukur tanah dari Inggris sendiri jumlahnya terlalu sedikit.
3. Kebijakan
ini kurang didukung raja-raja dan para bangsawan, karena Inggris tak mau
mengakui suksesi jabatan secara turun-temurun.
Masa
Cultuurstelsel
Cultuurstelstel (sistem
tanam paksa) mulai diberlakukan pada tahun 1836 atas inisiatif Van Den Bosch. Tujuannya adalah untuk
memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia. Sejak saat itu,
diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan rempah-rempah, yaitu gula, nila,
tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll. Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat
menguntungkan bagi Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor).
Setelah penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di Belanda
langsung tergantikan berkali lipat.
Sistem ini merupakan
pengganti sistem landrent dalam rangka memperkenalkan penggunaan uang pada masyarakat pribumi. Masyarakat
diwajibkan menanam tanaman komoditas ekspor dan menjual
hasilnya ke gudang-gudang pemerintah untuk kemudian dibayar dengan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
Cultuurstelstel melibatkan para bangsawan dalam pengumpulannya,
antara lain dengan memanfaatkan tatanan politik Mataram–yaitu kewajiban rakyat untuk melakukan berbagai tugas
dengan tidak mendapat imbalan–dan memotivasi para pejabat
Belanda dengan cultuurprocenten (imbalan yang akan diterima sesuai dengan hasil produksi yang masuk gudang).
Bagi masyarakat
pribumi, sudah tentu cultuurstelstel amat memeras keringat dan darah mereka,
apalagi aturan kerja rodi juga masih diberlakukan. Namun segi positifnya adalah,
mereka mulai mengenal tata cara menanam tanaman komoditas ekspor yang pada
umumnya bukan tanaman asli Indonesia, dan masuknya ekonomi uang di pedesaan
yang memicu meningkatnya taraf hidup mereka. Bagi pemerintah Belanda, ini
berarti bahwa masyarakat sudah bisa menyerap barang-barang impor yang mereka
datangkan ke Hindia Belanda. Dan ini juga merubah cara hidup masyarakat
pedesaan menjadi lebih komersial, tercermin dari meningkatnya jumlah penduduk
yang melakukan kegiatan ekonomi nonagraris.
Jelasnya, dengan
menerapkan cultuurstelstel, pemerintah Belanda membuktikan teori sewa tanah
dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah timbul dari keterbatasan kesuburan
tanah. Namun disini, pemerintah Belanda hanya menerima sewanya saja, tanpa
perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap tanah yang kian lama kian besar. Biaya
yang kian besar itu meningkatkan penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih
(Karl Marx), bahwa nilai leih ini meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai
kapitalis.
Sistem
Ekonomi Pintu Terbuka
Adanya dorongan dari
kaum humanis belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah
yang lebih baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan
ekonominya. Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur tentang penyewaan tanah pada
pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan tentang tanah yang boleh
disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga masih tak lepas dari
teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
a) Keberadaan
pemerintah Hindia Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola
perkebunan swasta sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai
buruh penggarap tanah.
b) Prinsip
keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos
tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan
mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c) Laissez
faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas,
pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang
sesungguhnya.
Pada
akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi,
tapi malah menambah penderitaan, terutama bagi para kuli kontrak yang pada
umumnya tidak diperlakukan layak.
Masa
pendudukan Jepang
Pemerintah militer
Jepang menerapkan suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung
gerak maju pasukan Jepang dalam perang Pasifik. Sebagai akibatnya, terjadi
perombakan besar-besaran dalam struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan
rakyat merosot tajam dan terjadi bencana kekurangan pangan, karena produksi
bahan makanan untuk memasok pasukan militer dan produksi minyak jarak untuk
pelumas pesawat tempur menempati prioritas utama. Impor dan ekspor macet,
sehingga terjadi kelangkaan tekstil yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.
Seperti ini lah sistem
sosialis ala bala tentara Dai Nippon. Segala hal diatur oleh pusat guna
mencapai kesejahteraan bersama yang diharapkan akan tercapai seusai memenangkan
perang Pasifik.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Orde Lama
Pada masa awal
kemerdekaan perekonomian Indonesia amatlah buruk antara lain disebabkan oleh
inflasi yang sangat tinggi karena pada saat itu indonesia menggunakan 4 mata
uang, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda,
dan mata uang pendudukan
Jepang. Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu)
mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah daerah
yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan
uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik
Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang
yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga penyebab lain adalah adanya blokade
ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri
RI,kosongnyakas negara akibat penjajahan,eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Demokrasi Liberal
Masa ini disebut masa
liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan
prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori
mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi
masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama
pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian
Indonesia yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang
dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
a) Gunting
Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
b) Program
Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menunbuhkan wiraswastawan pribumi dan
mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing
dengan membatasi impor barang tertentu dan
memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit
pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam
perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha
pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha
non-pribumi.
c) Nasionalisasi
De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th
1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
d) Sistem
ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan
pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan
pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi
usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena
pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk
mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
e) Pembatalan
sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Akibatnya banyak
pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan pengusaha-pengusaha
pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin
Sebagai akibat dari
dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi
terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme
(segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan
membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi
(Mazhab Sosialisme). Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah
di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
a) Devaluasi yang
diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut: Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp
50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang
melebihi 25.000 dibekukan.
b) Pembentukan
Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia
dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada
1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
c) Devaluasi
yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp
1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah
lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih
tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah
meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan
dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya.
Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang
dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan
Malaysia dan negara-negara Barat. Sekali lagi, ini juga
salahsatu konsekuensi dari pilihan menggunakan system demokrasi terpimpin yang bisa diartikan
bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, ekonomi, maupun
bidang-bidang lain. Sehingga pada masa itu sistem yang dipergunakan masih belum cukup efektif
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia,malah
memunculkan beberapa masalah baru.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Orde Baru
Setelah jatuhnya masa
pemerintahan presiden Soekarno dan digantikan oleh presiden Soeharto,banyak rencana untuk membangun
Indonesia menjadi negara yang lebih maja dan mampu
bersaing dengan negara lain. Pada masa ini perbaikan di bidang ekonomi dan
politik adalah prioritas utama. Program
pemerintahan saat itu berorientasi pada usaha mengontrol laju inflasai yang menjadi warisan dari
pemerintahan sebelumnya,penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan, karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 %
per tahun.
Setelah melihat
pengalaman masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha
pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak
memperbaiki keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka
sistem ekonomi demokrasi pancasila. Ini merupakan praktek dari salahsatu teori
Keynes tentang campur tangan pemerintah dalam perekonomian secara terbatas.
Jadi, dalam kondisi-kondisi dan masalah-masalah tertentu, pasar tidak dibiarkan
menentukan sendiri. Misalnya dalam penentuan UMR dan perluasan kesempatan
kerja. Ini adalah awal era Keynes di Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah
mulai berkiblat pada teori-teori Keynesian.
Kebijakan ekonominya
diarahkan pada pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan
: kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan
kerja, kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran
pembangunan, dan peradilan. Semua itu dilakukan dengan pelaksanaan pola umum
pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) secara periodik lima tahunan yang
disebut Pelita (Pembangunan lima tahun).
Hasilnya, pada tahun
1984 Indonesia berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan
indikator kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan
penurunan angka kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat.
Pemerintah juga berhasil menggalakkan
preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB dan pengaturan usia
minimum orang yang akan menikah.
Pada awal
pemerintahannya usaha – usaha yang dilakukan sangat berhasil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.Namun
dibalik itu dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan
sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar
kelompok dalam masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping
itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis
yang sarat korupsi, kolusi dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi
kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga
meskipun berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan nasional sangat rapuh.
Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan
dampak yang paling buruk. Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah
dengan cepat, dan menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
Perekonomian
Indonesia Pada Masa Orde Reformasi
Pemerintahan presiden
BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang
cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk
mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman
Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara
dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde
baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),
pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs
rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan
kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh
presiden Megawati.
Masa
kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk
dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan
yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
a) Meminta
penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club
ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b) Kebijakan
privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode
krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi
kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil
menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini
memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan
asing.
Di masa ini juga
direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada
gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi
membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia,
dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial
pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain
menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak
dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan,
serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial
pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung
Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang
berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh
untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan
infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang
investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah
diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu,
yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes,
investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini
mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan
bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi
undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di
Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan
Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2
miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti
agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk
berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa
kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah
penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05
juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara
lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang
(perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil
kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan
terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya
serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah
berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam
negri masih kurang kondusif
Sistem
ekonomi Indonesia sebagai sintesa kapitalisme dan sosialisme
Menurut beberapa
pengamat sistem perekonomian Indonesia merupakan percampuran antara sistem
kapetalisme dan sosialisme,namun bukan berarti menyingkirkan aspek – aspek lain
yang membangun sistem perekonomian Indonesia. Dengan mengadopsi kebaikan –
kebaikan yang ada pd 2 sistem tersebut maka terbentuklah sistem perekonomian
dindonesia yang disebut sistem ekonomi pancasila. Tentunya dalam pembentukannya
ada bongkar-pasang untuk mendapatkan kesesuaian. Individualisme vs
kolektivisme. Dengan memadukan dua unsur ini maka yang ada dalam sistem
Indonesia adalah bukan individualisme dan bukan pula kolektivisme. Dalam
perekonomian Indonesia ada individualisme, namun karena telah di batasi
kolektivisme maka individualisme ini tidak segarang aslinya. Sentralisai dan
swastanisai. Peran negara dalam sistem perekonomian Indonesia memang sentral,
namun hal itu tidak menjadikannya seperti sentralisme yang ada di negara-negara
sosialisme, lagi-lagi hal ini karena hasil sintesa antara individulisme dan
kolektivisme.
Kesimpulan :
Menurut kami, Perekonomian adalah
hal yang penting bagi masing-masing negara tidak hanya indonesia saja dan
perekonomian di beberapa negara mulai dari masa penjajahan pun mulai berkembang
termasuk indonesia.
Daftar Pustaka
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/11/pengertian-sistem.html
http://muttaqiena.blogspot.com/2008/06/analisa-sejarah-perekonomian-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar